Konsep skizofrenia pertama kali diformulasikan oleh dua psikiater Eropa, Emil Kraeplin dan Eugen Bluer. Kraeplin pertama kali mengemukakan teorinya mengenai dementia praecox, istilah awal untuk skizofrenia, pada tahun 1898. Dia membedakan dua kelompok utama psikosis yang disebutnya endogenik, atau disebabkan secara internal : penyakit manik- depresif dan dementia praecox . Dementia praecox mencakup beberapa konsep diagnostik- demensia paranoid, katatonia, dan hebefrenia- yang dianggap sebagai enttitas tersendiri oleh para ahli klinis pada beberapa dekade terdahulu. Meskipun berbagai gangguan tersebut secara simptomatik berbeda, Kraeplin yakin mereka mempunyai satu kesamaan inti dan istilah dementia praecox mencerminkan apa yang diyakininya merupakan inti tersebut – yaitu terjadi pada usia awal ( praecox) dan perjalanan memburuk yang ditandai oleh deteriorasi intelektual progresif (demensia) . Demensia dalam dementia praecox tidak sama dengan demensia pada usia tua yang ditandai oleh kerusakan memori yang parah, sedangkan istilah Kraeplin merujuk pada “kelemahan mental” pada umumnya.
Bluer mempunyai pandangan berbeda dengan Kraeplin menyangkut dua poin utama : Ia yakin bahwa gangguan tersebut tidak selalu terjadi pada usia dini dan ia yakin bahwa gangguan tersebut tidak akan berkembang menjadi demensia tanpa dapat dihindari. Dengan demikian istilah dementia praecox tidak sesuai lagi dan pada tahun 1908 Bluer mengajukan istilahnya sendiri yaitu skizofrenia yang berasal dari bahasa yunani schizein yang artinya “membelah” dan phren yang artinya “akal pikiran” untuk mencerminkan karakteristik utama kondisi tersebut.
Sumber :
1.Psikologi Abnormal Edisi ke-9 : Gerald C Davidson, John M. Neale, Ann M Kring :2006
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan utama dalam pikiran, emosi, dan perilaku- pikiran yang terganggu, dimana berbagai pemikiran tidak saling berhubungan secara logis; persepsi dan perhatian yang keliru; afek yang datar atau tidak sesuai; dan berbagai gangguan aktivitas motorik yang bizzare . ODS ( Orang dengan skizofrenia) menarik diri dari orang lain dan kenyataan, sering kali masuk ke dalam kehidupan fantasi yang penuh delusi dan halusinasi.
Meskipun skizofrenia muncul kadang berawal dari masa anak-anak, gangguan ini biasanya muncul pada masa remaja atau awal masa dewasa, agak lebih awal pada kaum laki-laki daripada kaum perempuan. Usia timbulnya gangguan tampaknya semakin muda dalam beberapa dekade terakhir (DiMaggio dkk, 2001).
Orang-orang yang menderita skizofrenia umumnya mengalami beberapa episode akut simptom-simptom; diantara setiap episode mereka sering mengalami simptom-simptom yang tidak terlalu parah, namun tetap sangat mengganggu keberfungsian mereka.
Simptom Klinis Skizofrenia
Simptom-simptom yang dialami penderita skizofrenia mencakup gangguan dalam beberapa hal penting yaitu pikiran, persepsi, dan perhatian; perilaku motorik; afek atau emosi; dan keberfungsian hidup. Tidak ada simtom penting yang harus ada untuk menegakkan diagnosis skizofrenia. Oleh karena itu, para ODS skizofrenia harus dapat berbeda antara satu dengan yang lainnya dibanding dengan para ODS lain. Heterogenitas skizofrenia menunjukkan bahwa pengelompokan para ODS ke dalam berbagai tipe yang mencerminkan konstelasi beberapa masalah tertentu merupakan suatu hal yang tepat . Simptom skizofrenia dibagi kedalam 3 kategori : positif, negatif, dan disorganisasi.
Simptom Positif
Simptom positif mencakup hal-hal yang berlebihan distorsi, seperti halusinasi dan waham. Simptom-simptom, ini sebagian besarnya, menjadi ciri suatu episode akut skizofrenia.
Delusi (Dikenal juga dengan istilah waham)
Delusi adalah keyakinan yang berlawanan dengan kenyataan, semacam itu merupakan simptom-simptom positif yang umum pada skizofrenia. Berikut ini adalah beberapa bentuk waham yang dikutip Mellor (1970) :
1.ODS yakin bahwa pikiran yang bukan berasal dari dirinya dimasukan ke dalam pikirannya oleh suatu sumber eksternal.
Seorang ibu rumah tangga berusia 29 tahun berkata, “Saya melihat keluar jendela dan saya berpikir taman di halaman tampak indah dan rumputnya tambah bagus, namun pikiran Eamonn Andrews masuk ke dalam pikiran saya. Tidak ada pikiran lain disana, hanya pikirannya. Ia memperlakukan pikiran saya seperti layar dan menayangkan berbagai pikirannya dilayar tersebut seperti anda menayangkan suatu gambar”
2.ODS yakin bahwa pikiran mereka disiarkan dan ditransmisikan sehingga orang lain mengetahui apa yang mereka pikirkan
Seorang mahasiswa berusia 21 tahun (mengetahui bahwa) “ Ketika saya berpikir, pikiran saya keluar dari kepala saya melalui sejenis pita transmisi mental. Semua orang disekeliling saya hanya perlu memasukan pita tersebut ke dalam pikiran mereka dan mereka dapat mengetahui pikiran saya”.
3.ODS berpikir bahwa pikiran mereka telah dicuri, secara tiba-tiba dan tanpa terduga, oleh suatu kekuatan eksternal.
Seorang perempuan berusia 22 tahun ( menggambarkan pengalaman sebagai berikut). “ Saya sedang memikirkan ibu saya, dan tiba-tiba pikiran saya disedot keluar dari kepala saya dengan alat penyedot yang dapat menembus tengkorak kepala, dan tidak ada yang tersisa di kepala saya, kepala saya menjadi kosong”
4.Beberapa ODS yakin bahwa perasaan atau perilaku mereka dikendalikan oleh suatu kekuatan eksternal.
Seorang juru ketik steno berusia 29 tahun menggambarkan berbagai tindakannya (yang paling sederhana) sebagai berikut : “ Ketika saya mengulurkan tangan untuk mengambil sisir, tangan dan lengan sayalah yang bergerak, dan jari-jari saya mengambil pena, namun saya tidak mengendalikannya. Saya duduk mengamati mereka bergerak, dan mereka cukup mandiri, apa yang mereka lakukan tidak ada hubungannya dengan saya. Saya hanya sebuah boneka yang dimanipulasi oleh tali-tali kosmik. Ketika tali-tali tersebut ditarik maka tubuh saya bergerak dan saya tidak dapat mencegahnya”
Meskipun waham terjadi pada lebih dari separuh orang yang menderita skizofrenia, namun waham juga dapat terjadi di kalangan ODS dengan berbagai diagnosis lain, terutama mania, depresi delusional, dan gangguan waham. Meskipun demikian, waham yang dialami oleh ODS sering kali lebih aneh dibanding waham yang dialami oleh para ODS berbagai kategori diagnostik lain tersebut; yaitu waham para ODS sangat tidak mungkin (Jungiker, Barker & Coe, 1992).
Halusinasi dan Gangguan Persepsi Lain
Para ODS skizofrenia seringkali menuturkan bahwa dunia tampak berbeda dalam satu atau lain cara atau bahkan tidak nyata bagi mereka. Seorang ODS dapat menyebutkan berbagai perubahan dalam cara tubuh mereka merasakan sesuatu, atau tubuh ODS menjadi tidak memanusia sehingga seolah-olah terasa seperti mesin.
Saya tidak bisa berkonsentrasi pada televisi karena saya tidak bisa melihat layar dan pada saat bersamaan mendengarkan apa yang dikatakan. Tampaknya tidak bisa menerima dua hal semacam itu secara bersamaan, terutama bila salah satu hal tersebut berkenaan dengan salah satu hal yang lain berkenaan dengan mendengarkan sesuatu. Di sisi lain tampaknya saya selalu menerima terlalu banyak hal dalam satu waktu, kemudian saya tidak bisa mengtasinya dan tidak bisa mencernanya”.
Halusinasi
Halusinasi adalah suatu pengalaman indrawi tanpa adanya stimulasi dari lingkungan. Yang paling sering terjadi adalah halusinasi auditori, bukan visual; 74 % dari suatu sampel menuturkan mengalami halusinasi auditori (Sartorius dkk, 1974).
Beberapa tipe halusinasi yang dikutip oleh Mellor, 1970 :
1.Beberapa ODS menuturkan bahwa mereka mendengar pikiran mereka diucapkan oleh suara lain
Ibu rumah tangga berusia 32 tahun tersebut mengeluh tentang suara seorang laki-laki yang berbicara dengan berisik dari suatu titik kira-kira dua kaki diatas kepalanya. Suara tersebut akan mengulang semua pikiran ODS yang mengarah ke suatu hal- bahkan pikiran-pikiran yang paling umum sekalipun. Bila ODS berpikir, “ Saya harus memasak air di ketel. “Suara tersebut juga sering mengucapkan hal yang sebaliknya, “ Jangan memasak air di ketel.”
2. Beberapa ODS mengklaim bahwa mereka mendengar suara-suara yang saling berdebat
Seorang ODS berusia 24 tahun menuturkan bahwa ia mendengar suara-suara yang berasal dari ruang perawat. Salah satu suara, yang bernada tinggi dan kasar , berulang kali berkata, “ G.T benar-benar tidak konsisten, “ dan suara lain yang bernada lebih tinggi berkata, “Setuju. Ia seharusnya dikurung. “ Suatu suara perempuan kadang-kadang menginterupsi, berkata, “Ia tidak begitu, ia laki-laki yang menyenangkan”
3.Beberapa ODS mendengar suara-suara yang mengomentari perilaku mereka.
Seorang ibu rumah tangga berusia 41 tahun mendengar suatu suara yang berasal dari sebuah rumah di seberang jalan. Suara tersebut terus menerus terdengar tanpa henti dengan nada datar dan monoton menggambarkan segala sesuatu yang dilakukannya seraya memberikan kritikan “ Ia mengupas kentang, menggenggam pisau pengupas, ia tidak menginginkan kentang itu, ia meletakkannya kembali karena ia berpikir kentang itu memiliki tonjolan seperti penis, pikirannya kotor, ia mengupas kentang, sekarang ia mencucinya.”
Simptom Negatif
Simptom-simptom negatif cendrung bertahan melampaui suatu episode akut dan memiliki efek parah terhadap kehidupan para ODS . Simptom-simptom ini penting secara prognostik; banyaknya simptom negatif merupakan prediktor kuat terhadap kualitas hidup yang rendah.
1.Avolition (Apati)
Merupakan kondisi kurangnya energi dan ketiadaan minat atau ketidakmampuan untuk tekun melakukan apa yang biasanya merupakan aktivitas rutin. Misalnya menjaga kebersihan diri dan mengalami kesulitan untuk tekun dalam beraktivitas seperti sekolah, bekerja, dan pekerjaan rumah tangga.
2.Alogia
Merupakan suatu gangguan pikiran negatif, alogia dapat terwujud dalam beberapa bentuk. Misalnya miskin percakapan, jumlah percakapan memadai namun hanya mengandung sedikit informasi dan cendrung membingungkan serta diulang-ulang.
3.Anhedonia
Ketidakmampuan untuk merasakan kesenangan yang tercermin dalam kurangnya minat dalam berbagai aktivitas rekreasional, gagal untuk mengembangkan hubungan dekat dengan orang lain, kurangnya minat dalam hubungan seks.
4.Afek Datar
Pada ODS yang memiliki afek datar hampir tidak ada stimulus yang dapat memunculkan respon emosional. ODS menatap dengan pandangan kosong, otot-otot wajah kendur, dan mata tidak hidup. Ketika diajak berbicara, ODS menjawab dengan suara datar dan tanpa nada.
5.Asosialitas
Ketidakmampuan yang parah dalam hubungan sosial, mereka hanya memiliki sedikit teman, keterampilan sosial yang rendah, dan sangat kurang berminat untuk berkumpul bersama orang lain.
Merujuk pada masalah dalam mengorganisasi berbagai pemikiran dan dalam berbicara sehingga pendengar dapat memahaminya. Misalnya inkoherensi yang terjadi dalam suatu percakapan, meskipun ODS berulang kali merujuk pada beberapa pemikiran atau tema sentral, berbagai citra dan potongan pikiran tidak saling berhubungan; sulit untuk memahami dengan pasti apa yang ingin disampaikan ODS kepada pewawancara.
Proses bicara juga dapat terganggu karena suatu hal yang disebut asosiasi longgar atau derailment, dalam hal ini ODS dapat lebih berhasil dalam berkomunikasi dengan seorang pendengar namun mengalami kesulitan untuk tetap pada satu topik.
2.Perilaku Aneh (Bizzare)
Perilaku aneh terwujud dalam banyak bentuk. ODS dapat meledak dalam kemarahan atau konfrontasi singkat yang tidak dapat dimengerti, memakai pakaian yang tidak biasa, bertingkah laku seperti anak-anak atau gaya yang konyol, menyimpan makanan, mengumpulkan sampah, atau melakukan aktivitas seksual yang tidak pantas seperti masturbasi di tempat umum.
Simptom Lain
Beberapa simptom lain skizofrenia tidak cukup tepat untuk digolongkan ke dalam ketiga kategori sebelumnya. Dua simptom penting dalam kelompok ini adalah katatonia dan afek tidak sesuai.
1.Katatonia
Beberapa abnormalitas motorik menjadi ciri katatonia. Para ODS dapat melakukan suatu gerakan berulang kali, menggunakan urutan yang aneh dan kadang kompleks antara gerakan jari, tangan , dan lengan, yang sering kali tampaknya mempunyai tujuan tertentu. Beberapa ODS menunjukkan peningkatan yang tidak biasa pada keseluruhan kadar aktivitas, termasuk sangat riang , menggerakkan anggota badan secara liar, dan pengeluaran energi yang sangat besar seperti yang terjadi dalam mania. Di ujung lain spektrum ini adalah imobilitas katatonik : ODS menunjukkan postur yang tidak biasa dan tetap dalam posisi demikian untuk waktu yang sangat lama. Seorang ODS dapat berdiri dalam satu kaki, dengan satu kaki yang lain ditekuk ke arah pantat, dan tetap dalam posisi tersebut sepanjang hari. Para ODS juga memiliki fleksibilitas lilin sehingga orang lain dapat menggerakkan anggota badan seorang ODS dalam posisi aneh yang kemudian akan tetap dipertahankannya dalam waktu yang lama.
2.Afek yang Tidak Sesuai
Respon-respon emosional yang ditampilkan sering tidak sesuai dengan konteks misalnya paseie dapat tertawa ketika mendengar bahwa ibunya baru saja meninggal atau marah ketika ditanya dengan pertanyaan sederhana, misalnya apakah baju barunya cocok untuknya. Para ODS tersebut dapat dengan cepat berubah dari satu kondisi emosional ke kondisi emosional yang lain tanpa alasan yang jelas.
Kerusakan kognitif yang mereka alami membuat mereka sulit mendapatkan pekerjaan secara stabil, sehingga mereka menjadi miskin dan hidup sebagai gelandangan. Perilaku mereka yang aneh dan kurangnya keterampilan sosial membuat mereka kehilangan teman, eksistensi yang terisolasi, dan kadang pelecehan dan tudingan dari orang lain. Tingkat penyalahgunaan zat tinggi ( Fowler dkk, 1998), mungkin mencerminkan upaya untuk terbebas dari berbagai emosi negatif (Blanchard dkk, 1999). Maka tidak mengherankan bila angka bunuh diri di kalangan skizofrenia tinggi.
Tahap Skizofrenia
Para peneliti telah mengidentifikasi tiga tahap skizofrenia:
Tahap prodromal
Tahap pertama disebut tahap prodromal dan mengacu ke tahun sebelum penyakit muncul. Para prodrom istilah berasal dari kata Yunani prodromos, yang berarti "sesuatu yang datang sebelum dan sinyal acara" .Dalam istilah medis, prodrom mengacu pada gejala awal dan tanda-tanda penyakit yang datang sebelum gejala khas muncul.
Misalnya, cacar air digambarkan sebagai memiliki prodrom beberapa hari ditandai dengan demam, sakit kepala, dan kehilangan nafsu makan. Hal ini diikuti oleh ruam lebih umum terkait dengan cacar air, membuat diagnosis definitif mungkin.
Orang di tahap ini sering mengisolasi diri, tinggal sendirian di kamar tidur dan berhenti menghabiskan waktu dengan keluarga atau teman. Mereka mungkin menunjukkan tanda-tanda penurunan motivasi, kehilangan minat dalam kegiatan, dan emosi yang tidak tepat atau tumpul
Tanda-tanda dari tahap prodromal yang tidak spesifik untuk skizofrenia. Artinya, seseorang yang mengalami perilaku ini mungkin depresi atau memiliki beberapa masalah lain. Itulah sebabnya mengapa seseorang tidak dapat mengidentifikasi tahap prodromal sampai fase aktif tercapai. Sampai pasien mengalami gejala psikotik, dokter tidak dapat mendiagnosa skizofrenia. Menariknya, tanda-tanda tahap prodromal telah diidentifikasi sedini masa kanak-kanak
Tahap Akut
Ketika seseorang mengalami gejala psikotik seperti halusinasi, delusi, atau perilaku terlalu teratur, mereka dikatakan dalam tahap akut atau aktif skizofrenia. Fase aktif menunjukkan perkembangan penuh dari gangguan. Ketika pasien berada dalam fase aktif, mereka muncul psikotik. Perilaku mereka dapat menjadi sangat ekstrim atau aneh yang rawat inap diperlukan. Setelah pasien dibawa ke perhatian medis, seorang profesional kesehatan mental akan mengamati pasien, pertanyaan pasien, dan pertanyaan anggota keluarga pasien jika mereka tersedia. Tujuan dari penilaian pertama untuk memastikan kapan perilaku aneh mulai, berapa lama mereka telah berlangsung, dan mengesampingkan penggunaan alkohol atau obat-obatan. Pasien yang terlalu psikotik sulit untuk wawancara, sehingga mereka mungkin akan diobati dengan obat antipsikotik pada saat masuk. Memang, pasien dalam fase aktif skizofrenia seringkali memerlukan obat-obatan antipsikotik untuk mengurangi gejala mereka. Dengan obat-obatan, banyak gejala skizofrenia menghilang.Jika tidak diobati dengan obat, fase ini dapat berlangsung selama beberapa minggu atau bulan. Bahkan, tanpa pengobatan, fase aktif dapat berlanjut tanpa batas. Dalam kasus yang sangat jarang, fase aktif menyelesaikan sendiri dan gejala menghilang tanpa pengobatan.
Tahap Residual.
Tahap akhir dari skizofrenia disebut tahap sisa. Fitur dari fase residual sangat mirip dengan tahap prodromal. Pasien dalam tahap ini tidak muncul psikotik tetapi mungkin mengalami beberapa gejala negatif seperti kurangnya ekspresi emosional atau energi rendah. Walaupun pasien dalam tahap sisa tidak memiliki delusi atau halusinasi, mereka mungkin terus mengalami keyakinan yang aneh. Misalnya, ketika Kevin dalam tahap sisa skizofrenia, dia mungkin masih yakin bahwa rekan kerja nya tidak menyukainya, bahkan jika ia tidak lagi percaya bahwa mereka menyiarkan acara radio tentang dia.
Kriteria Skizofrenia dalam DSM–IV-TR
·Terdapat dua atau lebih simptom-simptom berikut ini dengan porsi waktu yang signifikan selama sekurang-kurangnya satu bulan : waham, halusinasi, disorganisasi bicara, disorganisasi perilaku katatonik, simptom-simptom negatif.
·Keberfungsian sosial dan pekerjaan menurun sejak timbulnya gangguan.
·Gejala-gejala gangguan terjadi selama sekurang-kurangnya enam bulan; sekurang-kurangnya satu bulan untuk simptom-simptom lain pada poin pertama; selebihnya simptom-simptom negatif atau simptom lain pada poin pertama dalam bentuk ringan.
Kategori Skizofrenia dalam DSM-IV-TR
Paranoid (F 20.0)
Tipe ini ditandai dengan munculnya pikiran-pikiran tentang adanya persekongkolan atau sentimen negatif orang lain yang merupakan ancaman bagi dirinya, terlihat begitu nyata dan mencolok meski sebenarnya itu hanya skenario yang berlangsung di dalam pikirannya sendiri. Ditambah pula halusinasi pendengaran dimana ODS mendengar suara-suara yang tak didengar oleh orang lain.
Secara umum tipe ini terlihat paling ‘normal’ dibanding tipe-tipe lainnya, terutama kalau yang bersangkutan mampu mengendalikan diri. ODS paranoid mampu bekerja dan bersosialisasi secara wajar. Perilaku yang muncul ke permukaan sangat tergantung pada muatan delusi/halusinasi dalam pikirannya, ODS yang meyakini adanya persekongkolan jahat akan cenderung gampang tersinggung atau marah. Kondisi tak nyaman kerapkali merupakan pemicu rangkaian gejala lainnya.
ODS tipe ini diliputi keraguan untuk membicarakan penyakitnya namun sebaiknya keluarga dan teman dekat mengusahakan hubungan yang nyaman agar dia mau terbuka bercerita tentang hal-hal yang membebani kepalanya selama ini. Bimbing dia untuk menerima kenyataan bahwa dirinya sakit dan membutuhkan pengobatan yang tepat sedini mungkin. Lebih cepat ditangani akan lebih baik karena akan ada kemungkinan kondisi memburuk dan dia masuk ke jenis paranoid disorganisasi.
Disorganisasi (F 20.1)
Ketidak-teraturan (disorganisasi) pola-pola berpikir dengan hanya sedikit gangguan delusi/halusinasi adalah ciri tipe ini. Kemampuan untuk menjalani kehidupan normal sangat rendah dan ODS tipe ini bahkan mengalami kesulitan untuk melakukan rutinitas pribadi seperti mandi atau menggosok gigi.
Gangguan emosional yang parah terlihat nyata pada tipe ini. Perubahan emosi yang sangat menyolok dari semula tertawa gembira lalu sedetik kemudian dia bisa saja menangis meraung-raung. Atau malah tak bereaksi sama sekali saat ada kejadian (yang mestinya) menggemparkan dan merespon suatu bentuk perhatian dengan caci maki kasar. Menurun drastisnya kemampuan berkomunikasi juga dialami ODS tipe ini akibat disorganisasi pola berpikirnya.
Katatonik (F 20.2)
Ciri menyolok tipe ini terletak pada ketidak-seimbangan gerak, berupa hiperaktif (catatonic excitement) atau hiperpasif (catatonic stupor). Di samping itu masih ada gejala yang disebut perilaku stereotipik dimana ODS melakukan gerakan yang sama secara berulang-ulang hingga membuatnya kehilangan kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang bersifat produktif.
Ketidak-mampuan atau penolakan terhadap perubahan gerak biasanya terlihat sangat jelas karena ODS tahan selama berjam-jam dalam posisi yang sama tanpa bergerak sama sekali. Bahkan saat berada dalam posisi yang sangat tidak nyaman sekalipun,dia akan dengan sangat keras menolak bantuan orang lain untuk menolongnya memperbaiki kondisi itu. Gerakan, posisi tubuh, atau ekspresi wajah yang ganjil juga kerap terlihat pada tipe ini.
Indiferensiasi (F 20.3)
Tipe ini memiliki sejumlah gejala yang berfluktusiasi atau malah stabil pada kondisi tertentu hingga menyulitkan dokter untuk menyimpulkan tipe skizofrenia yang dideritanya. Setelah ODS memperlihatkan sejumlah gejala yang sama sekali berbeda dari tipe-tipe lainnya barulah bisa diketahui bahwa dia termasuk tipe indiferensiasi.
Residual (F 20.5)
Tak ada gejala parah yang menonjol, meski masih ada perilaku gamang atau delusi/halusinasi namun sudah sangat jauh berkurang dibanding masa-masa kritis terdahulu. Perbedaan kondisi antar setiap individu ODS juga terlihat sangat nyata. Gangguan fisik/psikis antar penderita berrbeda-beda pengaruh maupun tingkatannya. Ada ODS yang memerlukan perawatan ekstra ketat,namun sebaliknya ada pula yang mampu berkarir bahkan membina keluarga secara wajar.
Umumnya mereka harus memilih antara menjalani atau mengurangi frekuensi perawatan rumah sakit dan sangat membutuhkan dukungan dari orang-orang di sekelilingnya. Pencapaian yang terbaik, khususnya pada ODS wanita, ditandai dengan kemampuannya menjalankan fungsi kehidupan normal seperti saat sebelum dia sakit.
Etiologi Dengan beragamnya presentasi gejala dan prognostik, maka tidak ada faktor etiologi yang dianggap kausatif. Oleh karena itu terdapat berbagai penyebab, antara lain :
Studi Adopsi
Sebanyak 31 anak dari 47 anak yang memiliki ibu skizofrenik (66%) menerima suatu diagnosis DSM, dibandingkan dengan hanya 9 anaj dari 50 anak peserta kontrol (18%). Tidak seorang pun dari peserta kontrol yang mendapatkan diagnosis skizofrenia, namun 16,6% dari keturunan para ibu yang menderita skizofrenia juga mendapatkan diagnosis yang sama. Kelompok kontrol disini adalah kelompok yang diseleksi dari panti asuhan yang sama dengan yang ditinggali oleh anak-anak dari para ibu yang menderita skizofrenia. Anak-anak dari para ibu yang menderita skizofrenia juga lebih mungkin untuk didiagnosis lemah mental, psikopatik dan neurotik. Anak-anak yang dibesarkan tanpa berhubungan dengan para ibu mereka yang patogenik juga lebih mungkin menjadi skizofrenik dibanding kelompok kontrol.
Evaluasi Data Genetik
Data mengindikasikan bahwa faktor-faktor genetik berperan penting dalam terjadinya skizofrenia. Kita tidak dapat menyimpulkan bahwa skizofrenia adalah gangguan yang sepenuhnya disebabkan oleh transmisi genetik karena kita harus selalu ingat perbedaan antara fenotip dan genotip. Skizofrenia ditandai oleh perilaku; yaitu fenotip, dengan demikian mencerminkan pengaruh gen dan lingkungan. Model diathesis stres tampaknya sesuai untuk memandu teori dan penelitian mengenai etiologi skizofrenia. Faktor-faktor genetik hanya dapat menjadi pemberi predisposisi terhadap skizofrenia.
Faktor Biokimia
Peran faktor genetik dalam skizofrenia menunjukkan bahwa faktor-faktor biokimia perlu diteliti karena melalui kimia tubuh dan proses-proses biologislah faktor keturunan tersebut dapat berpengaruh.
Aktivitas Dopamin. Teori bahwa skizofrenia berhubungan dengan aktivitas berlebihan neurotransmiter dopamin, terutama didasarkan pada pengetahuan bahwa obat-obatan yang efektif untuk menangani skizofrenia menurunkan aktivitas dopamin.
Dukungan lebih jauh yang tidak langsung bagi teori dopamin dalam skizofrenia diperoleh dari literatur mengenai psikosis amfetamin. Amfetamin dapat menyebabkan suatu kondisi yang sangat mirip dengan skizofrenia paranoid dan dapat memperparah simtomatologi ODS. Efek amfetamin yang menimbulkan psikosis merupakan akibat peningkatan dopamin dan bukan peningkatan norepinefrin karena obat-obat antipsikotik adalah obat yang menyembuhkan psikosis amfetamin.
Reseptor dopamin lebih besar jumlahnya atau hipersensitif pada beberapa orang penderita skizofrenia. Memiliki terlalu banyak reseptor secara fungsional akan sama dengan memiliki terlalu banyak dopamin itu sendiri. Penyebabnya adalah bila dopamin dilepaskan kedalam sinaps, hanya beberapa diantaranya yang secara aktual berinteraksi dengan reseptor pascasinaptik. Memiliki banyak reseptor memberikan kesempatan yang lebih besar bagi dopamin yang dilepaskan untuk merangsang suatu reseptor.
Kelebihan reseptor dopamin mungkin tidak berperan dalam semua simtom skizofrenia, kondisi itu tampaknya berhubungan terutama dengan simtom-simtom positif. Amfetamin tidak memperparah simtom-simtom pada semua ODS. Simtom-simtom secara aktual berkurang setelah para ODS diberi amfetamin. Obat-obatan antipsikotik ternyata hanya mengurangi beberapa simtom skizofrenia. Amfetamin memperparah simtom-simtom positif dan mengurangi simtom-simtom negatif. Antipsikotik mengurangi simtom-simtom positif namun hanya berpengaruh sedikit atau bahkan tidak berpengaruh bagi simtom-simtom negatif.
Perkembangan selanjutnya dalam teori dopamin memperluas ruang lingkupnya. Perubahan penting termasuk diketahuinya perbedaan di antara jalur-jalur saraf yang menggunakan dopamin sebagai transmiter. Kelebihan aktivitas dopamin yang diduga paling relevan dengan skizofrenia terdapat di dalam jalur mesolimbik dan efek terapeutik obat-obatan antipsikotik terhadap simtom-simtom positif terjadi dengan cara menghambat berbagai reseptor dopamin dan sistem saraf tersebut sehingga menurunkan aktivitasnya.
Rendahnya aktivitas neuron dopamin dalam daerah otak tersebut juga dapat menjadi penyebab simtom-simtom negatif skizofrenia. Teori ini memiliki keuntungan yaitu memungkinkan terjadinya simtom-simtom negatif dan positif secara simultan pada ODS.
Evaluasi Data Biokimia. Terlepas dari bukti-bukti positif yang telah kita kaji, teori dopamin tidak muncul sebagai teori lengkap skizofrenia. Contohnya, perlu beberapa minggu bagi obat-obat antipsikotik untuk secara bertahap mengurangi simtom-simtom positif skizofrenia meskipun obat-obat tersebut dengan cepat menghambat reseptor dopamin.
Meskipun dopamin tetap merupakan variabel biokimia yang paling aktif diteliti, namun tidak mungkin dapat memberikan penjelasan lengkap mengenai biokimia skizofrenia. Skizofrenia merupakan gangguan dengan simtom-simtom yang luas mencakup persepsi, kognisi, aktivitas motorik dan perilaku sosial. Tidak mungkin bila satu neurotransmiter tunggal dapat menjadi penyebab semua itu.
Otak dan Skizofrenia
Beberapa ODS telah diketahui memiliki patologi otak yang dapat diamati. Analisis pascakematian pada otak ODS merupakan salah satu sumber bukti. Berbagai studi semacam itu secara konsisten mengungkap adanya abnormalitas spesifik yang dilaporkan bervariasi antarstudi dan terdapat banyak temuan yang saling bertentangan. Temuan yang paling konsisten adalah pelebaran rongga otak yang berimplikasi pada hilangnya beberapa sel otak. Berbagai temuan lain yang cukup konsisten mengindikasikan abnormalitas struktur pada daerah subkortikal temporal limbik, seperti hipokampus dan basal ganglia dan pada korteks prefrontalis dan temporal.
Sejauh ini, berbagai citra jaringan otak hidup secara paling konsisten mengungkap bahwa beberapa ODS, terutama laki-laki memiliki rongga otak yang melebar. Penelitian juga menunjukkan berkurangnya daerah abu-abu kortikal di daerah temporal dan frontalis dan berkurangnya volume basal ganglia dan struktur limbik.
Dalam studi kembar yang menderita skizofrenia memiliki rongga otak yang lebih lebar dibandingkan kembar yang sehat dan dalam salah satu studi sebagian besar kembar yang menderita skizofrenia dapat diidentifikasi hanya dengan melakukan pengamatan visual sederhana terhadap pemindaian tersebut. Karena para kembar tersebut secara genetik identik, data ini menunjukkan bahwa abnormalitas otak tersebut mungkin tidak berciri genetik. Rongga otak yang lebar pada para ODS berkolerasi dengan kinerja yang lemah dalam berbagai tes neuropsikologis, penyesuaian yang buruk sebelum timbulnya gangguan dan respons yang buruk dalam terapi obat. Meskipun demikian, pelebaran rongga otak tersebut hanya sedikit dan dalam hal ini banyak ODS yang tidak berbeda dari orang normal. Rongga otak yang melebar tidak spesifik pada skizofrenia karena juga ditemukan dalam pemindaian CT pada para ODS yang menderita beberapa psikosis lain, seperti mania.
Berbagai macam data menunjukkan bahwa korteks prefrontalis secara khusus penting dalam skizofrenia. Korteks prefrontalis diketahui berperan dalam perilaku seperti berbicara, pengambilan keputusan dan tindakan yang bertujuan, yang kesemuanya mengalami gangguan dalam skizofrenia; berbagai studi MRI menunjukkan berkurangnya daerah abu-abu dalam korteks prefrontalis; ketika ODS sedang mengerjakan tes-tes psikologis, para ODS menunjukkan tingkat metabolisme yang rendah dalam korteks prefrontalis. Karena tes-tes tersebut membutuhkan pengaktifan korteks prefrontalis, secara normal metabolisme glukosa meningkat sejalan dengan penggunaan energi. Para ODS , terutama dengan simtom-simtom negatif yang dominan, tidak dapat melakukan tes tersebut dengan baik dan juga tidak menunjukkan terjadinya aktivasi daerah prefrontalis. Tidak terjadinya aktivasi frontalis juga ditemukan dengan menggunakan alat yang dikembangkan lebih mutakhir yaitu fMRI.
Terlepas dari berkurangnya volume darah abu-abu dalam korteks temporalis dan frontalis, jumlah neuron dalam daerah-daerah tersebut tidak tampak berkurang. Berbagai studi yang lebih detail mengindikasikan bahwa sesuatu yang hilang di daerah-daerah tersebut kemungkinan adalah sesuatu yang disebut spinal dendritik. Spinal dendritik adalah cabang kecil pada batang dendrit dimana impuls-impuls saraf diterima dari berbagai neuron lain. Hilangnya spinal dendritik tersebut berarti komunikasi diantara neuron-neuron akan terganggu, mengakibatkan kondisi yang diistilahkan oleh beberapa orang sebagai “sindrom diskoneksi.” Salah satu kemungkinan akibat kegagalan berbagai sistem neural untuk saling berkomunikasi dapat berupa disorganisasi pembicaraan dan behavioral yang terjadi pada skizofrenia.
Otak orang yang mengalami skizofrenia mengalami kerusakan pada awal perkembangannya, mengapa gangguan tersebut baru dialami bertahun-tahun kemudian pada masa remaja atau masa dewasa awal ? Weinberger mengemukakan jawabannya, bahwa cedera otak berinteraksi dengan perkembangan otak normal dan bahwa korteks prefrontalis merupakan struktur otak yang mengalami kematangan paling akhir, pada umumnya pada masa remaja. Oleh karena itu, cedera di daerah ini tidak tercermin dalam perilaku seseorang sebelum mencapai periode perkembangan di mana korteks prefrontalis mulai berperan lebih besar dalam perilaku. Perlu dicatat, aktivitas dopamin juga memuncak pada masa remaja, yang dapat lebih jauh memicu tahap terjadinya simtom-simtom skizofrenik.
Stres Psikologis dan Skizofrenia
Stres psikologis berperan penting dengan cara berinteraksi dengan kerentanan biologis untuk menimbulkan penyakit ini. Data menunjukkan bahwa, sebagaimana pada banyak gangguan yang telah dibahas, peningkatan stres kehidupan meningkatkan kemungkinan kekambuhan. Para individu yang mengalami skizofrenia tampak sangat reaktif terhadap berbagai stresor yang kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Para ODS sangat rentan terhadap stres sehari-hari.
Kelas Sosial dan Skizofrenia. Angka kejadian tertinggi skizofrenia terdapat di berbagai wilayah pusat kota yang dihuni oleh masyarakat dari kelas-kelas sosial rendah. Hubungan antara kelas sosial dan skizofrenia tidak menunjukkan tingkat kejadian skizofrenia yang semakin tinggi seiring dengan semakin rendahnya kelas sosial. Namun, terdapat perbedaan yang sangat tajam antara jumlah orang yang menderita skizofrenia dalam kelas sosial terendah dan jumlah penderita skizofrenia pada berbagai kelas sosial lain.
Korelasi antara kelas sosial dan skizofrenia memiliki konsistensi, namun sulit untuk menginterpretasikannya secara kausal. Beberapa orang percaya bahwa stresor yang berhubungan dengan kelas sosial rendah dapat menyebabkan atau berkontribusi terhadap terjadinya skizofrenia yaitu hipotesis sosiogenik. Perlakuan merendahkan yang diterima seseorang dari orang lain, tingkat pendidikan yang rendah dan kurangnya penghargaan serta kesempatan secara bersamaan dapat menjadikan keberadaan seseorang dalam kelas sosial terendah sebagai kondisi yang penuh stres yang membuat seseorang setidak-tidaknya yang memiliki predisposisi menderita skizofrenia.
Teori seleksi-sosial, membalikan arah kausalitas antara kelas sosial dan skizofrenia. Dalam perjalanan berkembangnya psikosis mereka, orang-orang yang menderita skizofrenia dapat terseret ke dalam wilayah kota yang miskin. Berbagai masalah kognitif dan motivasional yang semakin berkembang yang membebani para individu tersebut dapat sangat melemahkan kemampuan mereka untuk memperoleh pendapat sehingga mereka tidak mampu tinggal di wilayah lain. Atau, mereka memilih untuk pindah ke wilayah di mana mereka hanya menghadapi sedikit tekanan sosial dan di mana mereka dapat melarikan diri dari hubungan sosial yang mendalam.
Secara ringkas, data-data yang ada lebih mendukung teori seleksi sosial dibanding teori sosiogenik. Namun, kita tidak bisa menyimpulkan bahwa lingkungan sosial tidak memiliki peran apapun dalam skizofrenia.
Keluarga dan Skizofrenia. Hubungan keluarga terutama antara ibu dan anak laki-laki, sebagai hal penting dalam terjadinya skizofrenia. Berbagai studi terhadap keluarga para indivdu yang menderita skizofrenia mengungkap bahwa dalam beberapa hal mereka berbeda dari keluarga normal. Beberapa temuan menunjukkan bahwa komunikasi buruk orang tua dapat berperan dalam etiologi skizofrenia. Penyimpangan komunikasi dalam keluarga ditemukan memprediksi terjadinya skizofenia kelak pada anak-anak mereka, memperkuat signifikansinya. Meskipun demikian, penyimpangan komunikasi bukan faktor etiologis spesifik bagi skizofrenia karena orang tua para ODS manik sama tingginya pada variabel ini. Lingkungan keluarga yang terganggu merupakan akibat dari adanya anak yang terganggu dalam keluarga. Dengan demikian, kita hanya dapat mengatakan dengan tidak pasti bahwa peran keluarga dalam etiologi skizofrenia telah dikethui.
Serangkaian studi yang dilakukan di London mengindikasikan bahwa keluarga dapat memberikan dampak penting terhadap penyesuaian ODS setelah mereka keluar dari rumah sakit. Lingkungan di mana ODS tinggal setelah keluar dari rumah sakit sangat berpengaruh pada seberapa cepat mereka akan kembali dirawat di rumah sakit.
Studi Perkembangan Skizofrenia
Pada tahun 1960-an, Albee dan Lane serta para kolega menemukan bahwa anak-anak yang di kemudian hari menderita skizofrenia memiliki IQ yang lebih rendah dibanding saudara kandung dan teman-teman seusianya di lingkungan tempat tinggal mereka. berbagai penelitian mengenai perilaku sosial para ODS praskizofrenik menemukan bahwa para laki-laki dan perempuan yang menderita skizofrenia digambarkan sebagai anak nakal dan menarik diri pada masa kanak-kanak. Dibandingkan dengan saudara kandung mereka yang di kemudian hari tidak mengalami skizofrenik, anak-anak praskizofrenik menunjukkan keterampilan motorik yang lebih rendah dan ekspresi afek negatif yang lebih banyak.
Etiologi skizofrenia dapat berbeda pada para ODS dengan simtom positif dan negatif. Dalam salah satu analisis terhadap data tersebut, para ODS dibagi dua kelompok, mereka yang memiliki simtom-simtom positif yang dominan dan mereka yang memiliki simtom-simtom negatif yang dominan. Berbagai variabel yang memprediksi skizofrenia berbeda pada dua kelompok tersebut. Skizofrenia dengan simtom negatif didahului dengan riwayat komplikasi kehamilan dan kelahiran dan kegagalan memberikan respons-respons elektrodermal terhadap stimuli yang sederhana. Skizofrenia simtom positif didahului oleh riwayat ketidakstabilan keluarga, seperti dipisahkan dari orang tua dan tinggal di panti atau lembaga asuhan selama beberapa kurun waktu.
Sumber :
1.Psikologi Abnormal Edisi ke-9 : Gerald C Davidson, John M. Neale, Ann M Kring :2006
1.Adanya gangguan pada neurotransmitter (penyampaian pesan secara kimiawi) dimana terjadi ketidakseimbangan produksi neurotransmitter dopamine, bila kadar dopamine berlebihan atau kurang,penderita dapat mengalami gejala positif atau gejala negatif.
2.Pengaruh genetik
Kemungkinan bahwa schizophrenia merupakan kondisi kompleks warisan, dengan beberapa gen mungkin berinteraksi untuk menghasilkan resiko schizophrenia terpisah atau komponen yang dapat terjadi mengarah diagnosa. Gen ini akan muncul untuk nonspesifik dimana mereka dapat menimbulkan resiko gila lainnya. Seperti kekacauan gangguan bipolar. Duplikasi dari urutan DNA dalam gen (dikenal sebagai menyalin nomor varian) memungkinkan terjadi peningkatan resiko schizophrenia.
Sekelompok peneliti internasional mengidentifikasi tiga variasi baik dari DNA yang diperkirakan meningkatkan penyakit schizophrenia, serta beberapa gen lain yang mempunyai kaitan kuat dengan penyakit ini. David St. Clair seorang psikiater di University of Aberdeen di Scotlandia mengatakan, penemuan ini seperti awal dari jaman baru. Begitu peneliti memahami mekanisme kerja dari proses mutasi, maka obat dan pendekatan baru dapat dikembangkan.
Dalam penelitian,peneliti menganalisa gen dari 6.000-10.000 orang dari seluruh dunia yang separuhnya menderita schizophrenia.Mereka menemukan 1 mutasi pada kromosom 1,dua pada kromosom 15 dan menetapkan suatu jenis gen yang terkait dengan kondisi schizophrenia pada kromosom 22.Perubahan ini dapat meningkatkan resiko berkembangnya schizophrenia hingga 15 kali lipat.
b.Faktor Psikososial
Skizofrenia ditinjau dari factor psikososial sangat dipengaruhi oleh faktor keluarga dan stressor psikososial. Pasien yang keluarganya memiliki emosi ekspresi (EE)yang tinggi memiliki angka relaps lebih tinggi daripada pasien yang berasal dari keluarga berkspresi yang rendah. EE didefinisikan sebagai perilaku yang intrusive, terlihat berlebihan, kejam dan kritis. Disam ping itu, stress psikologik dan lingkungan paling mungkin mencetuskan dekompensasi psikotik yang lebih terkontrol. Di Negara industri sejumlah pasien skizofrenia berada dalam kelompok sosio ekonomi rendah. Pengamatan tersebut telah dijelaskan oleh hipotesis pergeseran ke bawah (Downward drift hypothesis), yang menyatakan bahwa orang yang terkena bergeser ke kelompok sosioekonomi rendah karena penyakitnya. Suatu penjelasan alternative adalah hipotesis akibat sosial,yang menyatakan stress yang dialami oleh anggota kelompok sosioekonomi rendah berperan dalam perkembangan skizofrenia.
Beberapa pendapat mengatakan bahwa penyebab sosial dari skizofenia di setiap kultur berbeda tergantung dari bagaim ana penyakit mental diterima di dalam kultur, sifat peranan pasien, tersedianya sistem pendukung sosial dan keluarga, dan kompleksitas komunikasi sosial.
c.Faktor Sosiokultural
Kebudayaan secara teknis adalah ide atau tingkah laku yang dapat dilihat maupun yang tidak terlihat. Faktor budaya bukan merupakan penyebab langsung menimbulkan skizofrenia, biasanya terbatas menentukan “warna” gejala-gejala. Disamping mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian seseorang misalnya melalui aturan-aturan kebiasaan yang berlaku dalam kebudayaan tersebut. Beberapa faktor-faktor kebudayaan tersebut :
1. Cara-cara membesarkan anak
Cara-cara membesarkan anak yang kaku dan otoriter,hubungan orang tua anak menjadi kaku dan tidak hangat. Anak-anak setelah dewasa mungkin bersifat sangat agresif atau pendiam dan tidak suka bergaul atau justru menjadi penurut yang berlebihan.
2.Sistem Nilai
Perbedaan sistem nilai moral dan etika antara kebudayaan yang satu dengan yang lain, antara masa lalu dengan sekarang sering menimbulkan masalah-masalah kejiwaan. Begitu pula perbedaan moral yang diajarkan dirumah / sekolah dengan yang dipraktekkan di masyarakat sehari-hari.
Pada awal tahun 1930-an dilakukan intervensi biologis yang radikal terhadap para ODS. Diantaranya adalah terapi koma insulin yaitu penanganan yang dilakukan dengan memberikan insulin dalam dosis yang tinggi, praktek ini diperkenalkan oleh Sakel (1938). Terapi ini kemudian dianggap memiliki efektivitas yang rendah, berbahaya dan mulai ditinggalkan. Selain itu terapi elektro-konvulsif (ECT) yang diciptakan oleh Cerletti dan Bini (1938) juga dianggap memiliki efektivitas minimal.
Pada tahun 1935 Moniz seorang psikiater berkebangsaan Portugis memperkenalkan lobotomy prefrontalis yaitu suatu prosedur pembedahan yang membuang bagian-bagian yang menghubungkan lobus frontalis dengan pusat otak bagian bawah. Penanganan ini mengklaim memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi. Setelah itu banyak ODS yang mengalami gangguan (tidak saja ODS yang mengalami skizofrenia) menjalani berbagai variasi psychosurgery, namun pada tahun 1950-an intervensi ini mendapatkan reputasi buruk, diantaranya disebabkan banyak ODS yang menjalankan prosedur tersebut menjadi tumpul dan tidak bertenaga serta sering kehilangan kemampuan kognitif mereka. Misalnya saja tidak mampu melakukan percakapan yang runtut dengan orang lain. Adapun alasan utama ditinggalkannya terapi ini adalah karena adanya penemuan obat-obatan yang tampaknya dapat mengurangi berbagai ekses behavioral dan emosional pada banyak ODS.
2.Terapi Obat
Perkembangan penting terapi skizofrenia terjadi sekitar tahun 1950-an dengan ditemukannya obat-obatan yang disebut antipsikotik atau juga disebut neuroleptik karena dapat menimbulkan efek samping yang sama dengan simtom-simtom penyakit neurologis.
a.Obat-obatan Antipsikotik Tradisional
Fenothiazin merupakan obat antipsikotik yang paling banyak digunakan. Fenothiazin mulai menjadi perhatian setelah ditemukannya antihistamin yang mengandung nucleus fenothiazin. Antihistamin ini digunakan untuk mengurangi syok karena pembedahan, dimana ODS tersebut akan mengantuk dan ketakutannya menghadapi operasi menjadi berkurang. Hal ini disebabkan karena fenothiazin yang terkandung di dalamnya akan menghasilkan efek terapeutik dengan menghambat berbagai reseptor dopamine di dalam otak sehingga mengurangi pengaruh dopamin pada pikiran, emosi dan perilaku.
Khlorpromazin ( dengan nama jual Thorazine) adalah obat lainnya yang sangat terbukti untuk menenangkan ODS. Berbagai antipsikotik lain juga telah digunakan selama bertahun-tahun untuk menangani ODS , diantaranya adalah butirofenon (haloperidol, Hadol) dan thioksantin (thiothiksin, Navane). Berbagai kelompok tersebut dapat mengurangi simtom-simtom positif skizofrenia, namun hanya sedikit efeknya tau bahkan tidak memberikan efek bagi simtom-simtom negatif. Perlu diperhatikan bahwa obat-obat tersebut memang dapat mengurangi simtom-simtom yang ada tapi tidak menyembuhkan skizofrenia. Lebih jauh lagi terdapat sekitar 30% ODS yang tidak merespon secara positif obat-obatan psikotik tersebut. Terdapat obat-obatan lain yang diberikan sebagai tambahan dari obat antipsikoti, diantaranya adalah lithium,antidepresan,antikonvulsan,serta obat penenang. Obat-obatan psikotik secara signifikan mengurangi perawatan jangka panjang di rumah sakit, namun obat-obatan tersebut juga menciptakan lingkaran setan yaitu masuk rumah sakit, keluar dan kemali masuk rumah sakit (hal ini terjadi pada beberapa ODS).
b.Efek Samping Antipsikotik Tradisional
Efek samping dari obat-obatan antipsokotik yang umum dilaporkan adalah pusing, penglihatan kabur, tidak bisa tenang, dan disfungsi seksual. Selain itu terdapat sekumpulan efek samping yang sangat mengganggu yang disebut efek samping ekstrapiramidal yang berakar dari berbagai disfungsi batang saraf yang menjulur dari otak ke neuron motorik pada tulang belakang. Efek samping ekstrapiramidal mirip dengan simtom-simtom penyakit parkinson. Selain itu terdapat gangguan otot yang dialami ODS yang berusia lanjut yaitu diskinesia tardif. Ciri-cirinya adalah otot-otot mulut tanpa dapat dikendalikan membuat gerakan menghisap, bibir berkecap, dan dagu bergerak ke kanan dan ke kiri. Dalam kasus yang lebih parah, seluruh tubuh dapat menajdi subjek gerakan motorik yang tidak dapat dikendalikan. Dalam hal ini, ahli klinis menghadapi suatu dilema yaitu, jika pemberian obat dikurangi kemungkinan untuk kambuh akan meningkat, namun jika pemberian obat diteruskan dapat terjadi efek samping yang serius dan tidak dapat diatasi.
c.Terapi Obat Terbaru
Klozapin (clozaril) merupakan obat yang ditemukan kemudian setelah obat-obatan antipsikotik tradisional. Obat ini dapat memberikan manfaat terapeutik bagi para ODS yang tidak merespon dengan baik obat-obatan antipsikotik tradisional dan memberikan manfaat terapeutik yang lebih besar dalam mengurangi simtom-simtom positif. Para ODS yang mengkonsumsi obat ini memiliki kemungkinan lebih kecil untuk berhenti terapi. Selain itu, klozapin juga menimbulkan efek samping motorik yang lebih sedikit . Lebih jauh lagi, pemeliharaan kondisi para ODS yang sudah keluar dari rumah sakit dengan menggunakan klozapin dapat mengurangi angka kekambuhan.
Meskipun demikian, klozapin dapat menimbulkan efek samping yang serius. Obat ini dapat melemahkan keberfungsian system imun pada sejumlah kecil ODS dengan menurunkan jumlah sel darah putih, menjadikan ODS rentan terhadap infeksi bahkan kematian. Obat tersebut juga dapat menimbulkan kejang-kejang dan efek samping lain, seperti pusing, fatik, berliur, dan penambahan berat badan.
Obat-obatan lain yang memiliki tingkat efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan obat antipsikotik adalah olanzapin (Zyprexa) dan ridon (Risperdal). Keduanya mempunyai keuntungan yaitu menimbulkan efek samping motorik yang lebih sedikit. Selain itu, obat risperidon dapat memperbaiki memori jangka pendek. Risperidon memungkinkan terjadinya perubahan yang lebih menyeluruh dalam skizofrenia dan berbagai konsekuensi behavioralnya dibandingkan obat-obatan yang tidak memiliki berbagai efek kognitif tersebut.
d.Evaluasi Terapi Obat
Obat-obatan antipsikotik merupakan bagian yang tidak dapat dihapuskan dalam penanganan skizofrenia dan tanpa diragukan akan terus menjadi suatu komponen penting. obat-obat tersebut jelas lebih dipilih daripada jaket pengikat yang sebelumnya digunakan untuk mengikat ODS. Lebih jauh lagi, keberhasilan klozapin, olanzapin, dan risperidon belum lama ini telah mendorong upaya berkesinambungan untuk menemukan berbagai terapi obat yang baru dan lebih efektif bagi skizofrenia.
B.Penanganan Psikologis
1.Terapi Psikodinamika
Freud meyakini bahwa para penderita skizofrenia tidak mampu mengembangkan hubungan interpersonal terbuka yang penting bagi analisis. Maka dari itu, ia tidak memberikan banyak sumbangan baik melalui praktik klinis maupun berbagai artikelnya untuk mengadaptasi psikoanalisis bagi penanganan para ODS.
Di lain pihak, Harry Stack Sullivan merupakan tokoh yang mempelopori penggunaan psikoterapi bagi para ODS yang dirawat di rumah sakit. Sullivan berpendapat bahwa skizofrenia mencerminkan suatu kondisi dimana seseorang kembali ke bentuk komunikasi pada awal masa anak-anak. Ego yang lemah pada para penderita skizofrenia yang tidak mampu mengatasi stress ekstrem dalam berbagai tantangan interpersonal, kemudian mengalami regresi. Maka, terapi menghendaki ODS untuk mempelajari bentuk-bentuk komunikasi orang dewasa dan memperoleh insight atas peran masa lalu dalam berbagai masalah saat ini. Sullivan menyarankan pembentukan hubungan kepercayaan yang sangat bertahap dan tidak mengancam.
Frieda Fromm-Reich-mann seorang psikiater berkebangsaan Jerman juga mengungkapkan pendekatan ego-analisis yang sama. Ia menganggap bahwa perilaku menyendiri para ODS merupakan cerminan keinginan untuk menghindari berbagai penolakan yang dialami pada masa anak-anak dan yang kemudian dianggap tidak dapat dihindari. Ia menangani mereka dengan sangat sabar dan optimism besar, menunjukkan dengan jelas bahwa mereka tidak perlu menerimanya dalam dunia mereka atau sembuh dari sakit yang mereka derita sampai mereka benar-benar siap melakukannya.
Meskipun banyak klaim keberhasilan yang disampaikan atas berbagai analisisyang dilakukan oleh Sullivan dan Fromm-Reichmann, pengamatan teliti terhadap ODS yang mereka tangani menunjukkan banyak diantara mereka yang hanya menaglami gangguan riangan dan mungkin bahkan tidak akan didiagnosis sizofrenik berdasarkan criteria DSM-IV TR.
2.Pelatihan Keterampilan Sosial
Adanya pendapat yang mengatakan bahwa sejumlah besar stress yang dialami oleh para ODS skizofrenik disebabkan oleh kesulitan yang mereka alami dalam mendiagnosis berbagai tantangan sosial sehari-hari, termasuk berbafgai tekanan yang muncul dalam keluarga ketika mereka kembali ke rumah setelah dirawat di rumah sakit mendorong perkembangan selanjutnya lebih diarajkan pada terapi-terapi sosial.
Pelatihan keterampilan sosial dirancang untuk mengajari para penderita skizofrenia bagaimana dapat berhasil dalam berbagai situasi interpersonal yang sangat beragam. Dengan melakukan hal tersebut memungkinkan orang yang bersangkutan mengambil bagian lebih besar dalam hal-hal positif yang terdapat di luar tembok-tembok institusi mental sehingga meningkatkan kualitas hidup mereka. Dalam hal ini studi yang telah dilakukan mengindikasikan bahwa para ODS yang mengalami gangguan parah dapat diajari perilaku sosial baru yang membantu mereka berfungsi lebih baik. Dimana tingkat kekambuhannya lebih sedikit, keberfungsian sosial yang lebih baik dan kualitas hidup yang lebih tinggi.
3.Terapi Keluarga dan Mengurangi Ekspresi Emosi
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam terapi ini adalah :
·Edukasi mengenai skizofrenia, terutama kerentanan biologis yang mempredisposisi seseorang terhadap penyakit tersebut, berbagai masalah kognitif yang melekat dengan skizofrenia, simtom-simtomnya dan tanda-tanda akan terjadinya kekambuhan. Dalam hal ini, para terapis mendorong seluruh anggota keluarga untuk menurunkan ekspektasi mereka terhadap anggota keluarga mereka yang menderita skizofrenia sebagai cara untuk mengurangi kritisisme mereka. Para terapis menjelaskan kepada keluarga dan juga ODS bahwa skizofrenia utamanya adalah penyakit biokomiawi dan pengobatan yang tepat serta jenis terapi yang mereka jalani dapat mengurangi stress pada ODS dan mencegah memburuknya kondisi.
·Informasi dan pemantauan berbagai efek pengobatan antipsikotik
·Menghindari saling menyalahkan, terutama mendorong keluarga untuk tidak menyalahkan diri sendiri maupun ODS atas penyakit tersebut dan atas semua kesulitan yang dialami seluruh keluarga dalam menghadapi penyakit tersebut.
·Memperbaiki komunikasi dan keterampilan penyelesaian masalah dalam keluarga.
·Mendorong ODS dan keluarganya untuk memperluas kontak sosial mereka terutama jaringan dukungan.
·Menanamkan sebentuk harapan bahwa segala sesuatu dapat menjadi lebih baik termasuk harapan bahwa ODS bisa untuk tidak kembali dirawat di rumah sakit.
4.Terapi Kognitif-Behavioral
Suatu literatur klinis yang berkembang dewasa iini mdenunjukkan bahwa berbagai keyakinan maladaptive pada beberapa ODS kenyataannya dapat dirubah dengan berbagai intervensi kognitif-behavioral.
a.Terapi Personal (Personal Therapy)
Menurut Hogarti terapi personal adalah suatu pendekatan kognitif-behavioral berspektrum luas terhadap multiplisitas masalah yang dialami para ODS skizofrenia yang telah keluar dari rumah sakit. Terapi individualistik ini dilakukan secara satu persatu maupun dalam kelompok kecil. Penurunan jumlah reaksi emosi para anggota keluarga dapat menurunkan tingkat kekambuhan ODS setelah keluar rumah sakit. Adapun hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencapai hal tersebut adalah :
·Mengajari ODS bagaimana mengenali afek yang tidak sesuai
·Para ODS diajarkan untuk memperhatikan tanda-tanda kekambuhan meskipun kecil, seperti penarikan diri dari kehidupan sosial atau intimidasi yang tidak pantas kepada orang lain
·Mempelajari berbagai keterambilan untuk mengurangi berbagai masalah-masalah tersebut (mencakup terapi rasional emotif)
·Mengajari ODS teknik-teknik relaksasi otot sebagai suatu alat bantu untuk belajar mendeteksi kecemasan atau kemarahan yang berkembang secara perlahan kemudian menerapkan keterampilan relaksasi untuk mengendalikan berbagai emosi tersebut secara lebih baik.
Terapi ini juga mencakup berbagai elemen non behavioral terutama penerimaan yang hangat dan empatik atas gangguan emosional dan kognitif ODS bersama dengan ekspektasi yang frealistik, namun optimistic bahwa hidup dapat menjadi lebih baik.
Fokus utama terapi ini sebagian besar terletak pada ODS dengan tujuan untuk mengajarkan keterampilan coping internal kepada ODS, berbagai cara baru dalam berfikir dan mengendalikan berbagai reaksi afektif terhadap tantangan apapun yang terdapat di lingkungannya. Hal penting dalam terapi ini adalah manajemen kritisisme dan penyelesaian konflik yang merujuk pada cara menghadapi umpan balik negatif dari orang lain dan cara menyelesaikan berbagai konflik interpersonal merupakan bagian tak terhindarkan dalam berhubungan dengan orang lain.
b.Terapi Reatribusi (Reatribution Therapy)
Melalui diskusi kolaboratif (dan dalam konteks berbagai model intervensi lain termasuk pemberian obat-obatan antipsikotik), beberapa ODS dibantu untuk memberikan suatu makna nonpsikotik terhadap berbagai simtom paranoid sehingga mengurangi intensitas dan karakteristiknya yang berbahaya, sama dengan yang dilakukan dalam terapi kognitif Beck untuk depresi dan pendekatan Barlow terhadap gangguan panik.
c.Mengamati fungsi-fungsi Kognitif Dasar
Pendekatan ini berkonsentrasi pada upaya menormalkan fungsi-fungsi kognitif fundamental seperti perhatian dan memori yang diketahui melemah pada banyak ODS skizofrenik dan berhubungan dengan adaptasi sosial yang buruk. Asumsi dari pendekatan ini adalah perbaikan fungsi-fungsi kognitif akan mendorong meningkatnya perbaikan klinis, selain itu juga memberikan perhatian terhadap proses-proses kognitif fundamental memberikan sesuatu yang menjanjikan bagi perbaikan kehidupan sosial emosional orang-orang yang menderita skizofrenia.
C. Manajemen Kasus
National Institute of Mental Health (NIMH) menyusun suatu program yang memberikan bantuan dana ke seluruh negara bagian untuk membantu ODS menghadapi system kesehatan mental. Dari program ini tercipta suatu bidang keahlian baru dalam kesehatan mental, yaitu manajer kasus.
Pada awalnya, para manajer kasus berfungsi sebagai pialang layanan, karena mereka tidak asing dengan system tersebut. mereka mampu menghubungkan ODS dengan para penyedia layanan apapun yang dibutuhkan ODS. Model Assertive Community Treatment dan model Intensive Case Management mencakup suatu tim multidisiplin yang menyediakan berbagai layanan di masyarakat mulai dari pengobatan, penanganan bagi penyalahgunaan zat, membantu mengatasi berbagai stressor yang dihadapi ODS secara rutin, psikoterapi, pelatihan pekerjaan, dan membantu ODS mendapatkan rumah dan pekerjaan. para manajer kasus berfungsi seperti lem yang merekatkan dan mengkoordinasi seluruh layanan medis dan psikologis yang penting bagi para ODS agar tetap dapat berfungsi di luar rumah sakit dengan cukup kemandirian serta ketenangan pikiran.
D.Kecenderungan Umum dan Penanganan
·Keluarga dan ODS dapat diberi informasi yang realistis dan cukup ilmiah tentang skizofrenia sebagai suatu disabilitas yang dapat dikendalikan, namun mungkin dialami seumur hidup.
·Pengobatan hanya merupakan bagian dari gambaran keseluruhan penanganan.
·Semakin diakui bahwa intervensi dini penting dan berguna untuk mempengaruhi perjalanan skizofrenia.
Meskipun jenis penanganan terpadu memang menjanjikan namun kenyataannya menyedihkan, bahwa hal itu tidak tersedia ataupun tidak terakses secara luas oleh sebagian besar ODS dan keluarga mereka. Berbagai penyebabnya tidak diketahui dengan jelas.
Sumber :
1.Psikologi Abnormal Edisi ke-9 : Gerald C Davidson, John M. Neale, Ann M Kring :2006